“Menurut
Badan Narkotika Nasional (BNN), penyalahgunaan
narkoba
di kalangan
pelajar
dan mahasiswa pada satu tahun terakhir ini, naik 5,6 persen dari 2006.
Pada 2006, penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar
dan mahasiswa mencapai 1,1 juta orang atau hampir 30 persen dari total pengguna narkoba
yang ada di Indonesia.”
Sungguh
mengejutkan ketika angka tersebut meningkat tajam hanya dalam kurun waktu
setengah dekade. Lantas timbul pertanyaan, mengapa hal ini dengan mudah
terjadi?
Secara
sederhana, kita bisa berpijak pada teori psikologis dan sosialis. Secara
psikologis, narkoba dengan mudah meracuni pelajar dan mahasiswa karena adanya
gangguan mental yang ditimbulkan oleh rasa kecewa, terkekang, rasa kurang mendapatkan
perhatian dan kasih sayang orangtua, sampai pada rasa mengalami kegagalan yang
teramat dalam. Sedangkan dalam teori sosialis (interaksi sosial) penyebabnya yakni
kesalahan dalam memilih lingkungan sosial, misalnya memiliki teman akrab yang
merupakan pengguna dan pemakai ekstasi.
Ketika
pertanyaan di atas terjawab, timbul pertanyaan mendasar kedua. Kenapa mereka
memilih narkoba sebagai wadah “pelarian”? Secara ilmiah, beberapa artikel
kesehatan mengatakan bahwa narkoba berpengaruh pada bagian otak yang
bertanggung jawab atas kehidupan perasaan (feeling)
yang disebut sistem limbus. Narkoba menghasilkan perasa ‘high’ dengan mengubah susunan biokimia molekul pada sel otak yang
disebut neuro-transmitter. Alhasil, para penggunanya akan merasakan efek gembira,
senang, dan tentram secara berlebihan dalam beberapa saat. Akan tetapi, perlu
digaris bawahi efek tersebut hanyalah stimulus pada otak yang disebabkan oleh
halusinasi semata. Setelah efek tersebut hilang yang didapatkan hanyalah
kerusakan pada sistem kekebalan dan pertahanan tubuh. Gangguan fisik ini
kemudian berimbas menjadi gangguan mental.
Sungguh
disayangkan ketika gangguan fisik dan mental ini menyerang kalangan pelajar dan
mahasiswa yang notabene berada dalam usia produktif. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), usia produktif adalah usia ketika
seseorang masih mampu bekerja dan menghasilkan sesuatu. Dampaknya, penggunaan
narkoba pada kalangan pelajar dan mahasiswa akan menurunkan tingkat
produktivitas mereka. Lalu, sejauh apa efek yang akan ditimbulkan?
Usia produktif seperti yang didefinisikan
di atas adalah masa untuk menghasilkan, masa untuk berprestasi. Pelajar dan
mahasiswa yang berada dalam usia ini adalah subjek-subjek terdidik yang
tergolong pada kelompok akademisi. Apa yang terjadi ketika kelompok akademisi
ini dimabukkan oleh ekstasi? Jawabannya,
tidak akan ada prestasi yang dihasilkan. Lantas, apakah dampaknya hanya kepada
mereka sebagai subjek individu? Tidak. Jika kita menyepakati usia produktif
sebagai usia berprestasi, maka hal ini juga akan berdampak kepada subjek
majemuk seperti masyarakat dan objek sentral yakni stabilitas nasional.
Kalangan pelajar dan mahasiswa
disebut berada dalam masa prestatif karena disadari atau tidak, pada kelompok
inilah banyak ruang dan peluang untuk berprestasi. Prestasi yang dimaksud di
sini adalah prestasi akademis maupun non-akademis seperti penyaluran minat dan
bakat. Faktanya, banyak kita lihat pelajar dan mahasiswa yang telah mendulang
prestasi di kancah nasional maupun internasional dalam berbagai bidang. Ada
yang berprestasi dalam bidang olahraga, seni, keilmiahan, dan bidang
minat-bakat lainnya. Prestasi-prestasi inilah yang kemudian menimbulkan rasa
bahagia, senang, dan tenteram yang sejati, tidak hanya berupa halusinasi sesaat
saja. Apakah mereka menggunakan ekstasi untuk berprestasi? Tentu tidak.
Oleh karena itu, sangat
memperihatinkan ketika kebahagiaan itu dicari dalam serbuk dan pil ekstasi,
ketika usia untuk berprestasi digunakan untuk berhalusinasi dan menyiksa diri.
Usia muda tidak akan pernah datang dua kali. Masa itu hanya ada sekali dalam
hidup. Maka sungguh disayangkan ketika masa-masa prestatif ini harus direnggut
oleh kebahagiaan semu. Lantas pertanyaan terakhir, apakah kita pelajar dan
mahasiswa ingin menggunakan masa muda ini untuk mendulang prestasi? Ataukah
membiarkan diri mati diantara serbuk dan pil ekstasi? Jawabannya ada pada diri
sendiri.
:: esai ini memperoleh juara 1 Lomba Esai LFAD 2012
0 komentar:
Posting Komentar