Translate

Rabu, 11 Juli 2012

Menulis, Mengukir Keindahan Lewat Kata


Sebuah lukisan yang indah dengan kombinasi warna yang apik tentu tidak hadir dengan sendirinya. Pastilah ada tangan pelukis yang menciptakannya. Sebuah patung yang berdiri tegap dengan setiap sisi diukir secara proporsional juga tak muncul begitu saja, pastilah ada tangan pemahat yang menciptakannya. Melukis dan memahat merupakan kegiatan mengukir keindahan lewat alam benda. Lantas, bagaimana mengukir keindahan lewat alam kata?

            Menulis. Dengan menulislah serentetan kata yang berserakan mampu dipintal menjadi untaian kalimat yang indah. Dengan menulislah seseorang mampu menciptakan keindahan lewat alam kata. Maka dengan ini dapat kita katakan bahwa dunia kepenulisan adalah sebuah dunia dalam menghadirkan keindahan kata. Bagaimana bisa?

            Kembali kepada “melukis” dan “memahat” tadi. Kita umpamakan melukis, tanpa adanya kegiatan ini mustahil cat, kuas, dan kanvas bisa menyatu menghadirkan sebuah sketsa yang bisa dinikmati mata. Sama halnya dengan batu dan semen yang tanpa adanya proses memahat, tentu tidak akan mampu menciptakan ukiran pola yang menakjubkan. Begitulah kata. Ribuan, jutaan, bahkan miliaran kata bertebaran di sekitar kita. Di station, di perempatan jalan, di kelas, di dapur, di ruang tamu, di toilet, bahkan di dalam tidurpun terkadang ada kata-kata yang keluar atau mengambang dalam mimpi. Lantas, apakah kata-kata itu cukup diucapkan saja? Tentu tidak. Kata-kata jika hanya diucapkan mustahil bisa menciptakan keindahan yang sempurna. Bagaimana menyempurnakannya? Jawabannya, tuliskanlah kata-kata itu. Dengan menuliskan kata-kata maka kita telah memberinya “ruh” yang kemudian akan hidup dan berkembang menjadi kalimat. Kalimat-kalimat inilah yang kemudian hadir dalam bentuk puisi, cerita pendek, artikel, opini, dan buku.

            Ketika kata-kata itu telah menjelma menjadi bentuk yang konkrit dan bernyawa, ketika itulah keindahannya mampu dinikmati. Oleh karena itu, mulai saat ini berhentilah banyak bicara tanpa pernah menuliskan kata-kata tersebut. Banyak bicara tanpa menuliskan sama halnya menciptakan “bangkai-bangkai” kata karena kita tidak memberinya “ruh” dan membiarkannya mati begitu saja di statiun, di perempatan jalan, di kelas, di dapur, di pasar, di ruang tamu, di ruang makan, dan di toilet. (*)

1 komentar:

mari kita bangkitkan budaya menulis, ciptakan ruh-ruh yang dapat dikenang setiap saat. jangan biarkab hidup ini hanya menciptakan bangkai - bangkai kata yang bisa saja melahap, melumat bahkan menghancurkan di kemudian hari dengan kesia-sian. (sekedar saran, kalo pake kata serapan seperti station, di miringin vid, moga berguna :)

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites